AAUI

AAUI Dorong Penguatan Modal Asuransi Umum, 19 Perusahaan Masih Terancam Tak Penuhi Ekuitas 2026

AAUI Dorong Penguatan Modal Asuransi Umum, 19 Perusahaan Masih Terancam Tak Penuhi Ekuitas 2026
AAUI Dorong Penguatan Modal Asuransi Umum, 19 Perusahaan Masih Terancam Tak Penuhi Ekuitas 2026

JAKARTA - Industri asuransi umum di Indonesia kini tengah dihadapkan pada tantangan besar dalam memperkuat struktur permodalan. Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) menegaskan bahwa seluruh perusahaan asuransi umum harus segera menyiapkan strategi agar dapat memenuhi ketentuan ekuitas minimum Rp 250 miliar yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebelum batas waktu 31 Desember 2026.

Ketua Umum AAUI Budi Herawan menyebutkan, peningkatan modal tidak bisa hanya dilakukan melalui suntikan dana semata. Ia menekankan pentingnya langkah strategis yang berfokus pada penguatan kinerja underwriting, efisiensi biaya operasional, serta perluasan basis premi yang berkelanjutan agar perusahaan dapat memperkuat modalnya secara organik.

“Selain itu, inovasi produk, digitalisasi proses bisnis, dan penguatan tata kelola juga menjadi faktor kunci yang dapat mendorong profitabilitas dan memperkuat permodalan secara organik,” ujar Budi di Jakarta.

Penerapan strategi tersebut diharapkan dapat membantu industri menghadapi dinamika ekonomi dan persaingan ketat di sektor jasa keuangan. Langkah-langkah ini juga menjadi bagian dari adaptasi industri terhadap perubahan regulasi yang semakin menuntut perusahaan asuransi memiliki struktur keuangan yang kuat dan berdaya tahan.

Tantangan Struktural dan Terbatasnya Akses Modal Baru

Budi tidak menampik bahwa masih banyak tantangan yang dihadapi oleh industri asuransi umum dalam memperkuat ekuitasnya. Menurutnya, struktur kepemilikan perusahaan yang masih didominasi oleh skala menengah dan kecil menjadi kendala utama karena sebagian besar dari mereka memiliki keterbatasan modal.

“Banyak perusahaan dengan kapasitas modal yang terbatas dan pertumbuhan premi yang belum sebanding dengan kebutuhan modal akibat peningkatan regulasi serta eksposur risiko yang lebih besar,” jelas Budi.

Kondisi tersebut diperparah oleh terbatasnya akses terhadap sumber pendanaan baru di tengah ketatnya kompetisi sektor keuangan nasional. Perusahaan kecil sering kali kesulitan memperoleh investor strategis atau dukungan lembaga keuangan yang mampu memberikan tambahan modal dengan skema yang kompetitif.

Di sisi lain, meningkatnya kompleksitas risiko dan tuntutan pemenuhan solvabilitas juga menekan kemampuan perusahaan dalam mengelola portofolio keuangan. Bagi banyak pelaku industri, memperkuat modal tidak hanya soal menambah dana, tetapi juga tentang efisiensi, tata kelola, dan inovasi produk agar pendapatan premi dapat tumbuh secara berkelanjutan.

19 Perusahaan Asuransi Umum Belum Memenuhi Ketentuan Ekuitas

AAUI mencatat bahwa hingga saat ini masih ada 19 perusahaan dari total 71 perusahaan asuransi umum yang diperkirakan belum mampu memenuhi persyaratan ekuitas minimum pada tahun 2026. Kondisi ini menandakan masih adanya kesenjangan yang cukup besar antara perusahaan besar dan menengah ke bawah dalam hal kekuatan permodalan.

Untuk membantu anggotanya, AAUI telah menggandeng Lembaga Manajemen Universitas Indonesia (LMUI) dalam melakukan kajian komprehensif terhadap kondisi ekuitas industri asuransi umum di Tanah Air. Kajian ini melibatkan analisis mendalam terhadap struktur kepemilikan, profil keuangan, dan kemampuan permodalan setiap anggota.

“AAUI bersama LMUI telah melakukan kajian komprehensif terhadap kondisi ekuitas industri asuransi umum,” kata Budi. Kajian ini tidak hanya menyoroti tantangan yang dihadapi perusahaan, tetapi juga memberikan rekomendasi strategis terkait mekanisme penguatan modal yang realistis tanpa mengganggu stabilitas industri.

Berdasarkan hasil kajian tersebut, AAUI menyampaikan usulan relaksasi kepada OJK berupa perpanjangan waktu pemenuhan ekuitas minimum selama lima tahun. Usulan ini diharapkan dapat memberikan ruang bagi perusahaan kecil untuk beradaptasi tanpa harus melakukan merger atau likuidasi secara terburu-buru.

“AAUI telah menyampaikan usulan relaksasi berupa perpanjangan waktu pemenuhan ekuitas minimum selama lima tahun kepada regulator,” tegas Budi.

Strategi Penguatan Modal dan Inovasi Bisnis

Budi menilai bahwa peningkatan permodalan harus dilakukan secara menyeluruh dan berkelanjutan. Salah satu langkah penting yang dapat dilakukan perusahaan asuransi umum adalah meningkatkan kinerja underwriting agar pendapatan premi bersih dapat lebih stabil dan tidak terlalu bergantung pada hasil investasi jangka pendek.

Selain itu, perusahaan perlu memperluas basis premi yang berkelanjutan, termasuk memperkuat penetrasi di segmen ritel, korporasi kecil, dan sektor digital yang kini menjadi potensi besar. Dengan cara ini, perusahaan dapat memperluas pangsa pasar sekaligus menjaga kestabilan arus kas jangka panjang.

Digitalisasi juga disebut sebagai langkah penting untuk menekan biaya operasional. Dengan menerapkan sistem automasi proses klaim, manajemen risiko berbasis data, serta pemasaran digital, perusahaan dapat meningkatkan efisiensi dan akurasi dalam pengambilan keputusan bisnis.

“Inovasi produk, digitalisasi proses bisnis, dan penguatan tata kelola juga menjadi faktor kunci dalam mendorong profitabilitas,” ujar Budi. Pendekatan ini sejalan dengan transformasi industri jasa keuangan global yang menempatkan teknologi sebagai inti dari keberlanjutan bisnis.

Selain faktor teknis, penguatan tata kelola perusahaan (corporate governance) juga menjadi perhatian utama. Dengan tata kelola yang baik, perusahaan akan lebih dipercaya oleh investor dan regulator, sehingga dapat membuka peluang pendanaan baru melalui penerbitan saham, obligasi, atau kerja sama strategis dengan lembaga keuangan lainnya.

Harapan AAUI dan Arah Kebijakan Industri ke Depan

Melalui langkah-langkah tersebut, AAUI berharap penguatan permodalan dapat tercapai tanpa mengganggu stabilitas industri dan keberlanjutan perlindungan kepada masyarakat. Penguatan ekuitas bukan hanya kewajiban regulatif, tetapi juga pondasi penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap industri asuransi umum.

Budi menekankan, dengan dukungan regulator dan kolaborasi antarperusahaan, sektor asuransi umum Indonesia dapat memperkuat ketahanannya dalam menghadapi risiko ekonomi global. Ia juga menegaskan bahwa peningkatan modal harus berjalan seiring dengan peningkatan kompetensi sumber daya manusia serta penguatan budaya manajemen risiko.

“Dengan demikian, proses penguatan permodalan dapat tercapai tanpa mengganggu stabilitas industri dan keberlanjutan perlindungan kepada masyarakat,” ujar Budi.

AAUI optimistis bahwa dengan adanya fleksibilitas kebijakan dari OJK dan komitmen kuat dari seluruh pelaku industri, target pemenuhan ekuitas minimum pada 2026 dapat dicapai secara bertahap. Langkah ini diharapkan mampu menciptakan ekosistem asuransi yang lebih sehat, efisien, dan berdaya saing tinggi di tingkat nasional maupun regional.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index