JAKARTA - Kemenangan Liverpool atas Eintracht Frankfurt di ajang Liga Champions 2025/2026 seharusnya menjadi kabar menggembirakan bagi para pendukung The Reds. Bertanding di matchday ketiga fase liga, tim asuhan Arne Slot tampil luar biasa dengan meraih kemenangan telak 5-1, mengakhiri tren negatif setelah sebelumnya menelan empat kekalahan beruntun di berbagai kompetisi.
Namun, di balik pesta gol itu, justru muncul sorotan besar terhadap Mohamed Salah. Pemain asal Mesir yang selama bertahun-tahun menjadi ikon Liverpool itu hanya tampil sebagai pemain pengganti, dan penampilannya jauh dari kata memuaskan. Dalam 16 menit di lapangan, Salah memang sempat menciptakan peluang, tetapi gagal memberikan dampak signifikan bagi tim.
Langkah Arne Slot mencadangkan Salah dan Alexis Mac Allister dianggap berani. Meski terbukti efektif secara taktis, keputusan tersebut memunculkan pertanyaan baru tentang hubungan antara Salah dan manajemen klub. Apakah keputusan ini hanya bagian dari rotasi, atau ada sesuatu yang lebih dalam di balik layar?
Statistik Menurun dan Tanda-Tanda Ketidaknyamanan
Bagi seorang Mohamed Salah, duduk di bangku cadangan jelas bukan hal biasa. Sejak bergabung dengan Liverpool, ia selalu menjadi tumpuan utama di lini depan. Musim lalu, Salah mencatatkan 34 gol dan 23 assist di semua kompetisi — angka luar biasa yang menegaskan statusnya sebagai salah satu penyerang paling produktif di dunia.
Namun, musim ini situasinya berbeda. Dalam 13 pertandingan pertama, ia baru mengemas tiga gol dan tiga assist. Performanya yang menurun membuat pelatih harus mencari alternatif, terutama untuk menghidupkan kembali agresivitas serangan Liverpool.
Tak heran jika publik mulai berspekulasi tentang masa depan Salah di Anfield. Beberapa pengamat menilai keputusan mencadangkannya bisa menjadi tanda pergeseran kekuasaan di ruang ganti. Arne Slot disebut ingin menegaskan otoritasnya dan membangun sistem permainan yang lebih kolektif, bukan bergantung pada satu bintang.
“Musim ini bukan tentang individu, tapi tentang tim yang lebih solid,” ujar Slot dalam konferensi pers sebelumnya, tanpa menyebut nama Salah secara langsung. Pernyataan itu kini terasa relevan, terutama setelah Liverpool menang besar meski sang megabintang tidak menjadi starter.
Langkah Mengejutkan di Media Sosial
Namun, drama tak berhenti di lapangan. Usai kemenangan atas Frankfurt, Salah justru membuat publik heboh lewat langkah drastis di media sosial. Pemain berusia 33 tahun itu menghapus seluruh jejak identitasnya sebagai pemain Liverpool di akun Instagram dan X (Twitter).
Foto profil, bio, hingga gambar header yang sebelumnya menampilkan dirinya dalam seragam The Reds kini hilang. Tak butuh waktu lama bagi penggemar untuk menyadarinya, dan tangkapan layar dari perubahan profil tersebut langsung viral di dunia maya.
Banyak yang menduga tindakan itu mencerminkan kekecewaan pribadi Salah atas keputusannya dicadangkan. Beberapa pendukung bahkan menyebutnya sebagai bentuk “protes diam” terhadap klub.
“Selama delapan tahun, Salah adalah simbol Liverpool. Kalau dia sampai melakukan ini, pasti ada sesuatu yang serius,” tulis salah satu akun fans dalam komentarnya di X.
Namun, ada pula yang berpendapat bahwa tindakan tersebut bisa jadi tidak berkaitan langsung dengan sepak bola. Salah dikenal cukup aktif mengelola citra pribadinya di media sosial, dan bukan kali pertama ia melakukan perubahan besar pada akun resminya.
Meski begitu, tim media Liverpool belum memberikan keterangan resmi terkait langkah yang dilakukan pemain bintangnya tersebut.
Kritik dari Fans dan Tekanan yang Meningkat
Di tengah situasi yang semakin panas, kritik terhadap Salah semakin deras mengalir, terutama dari kalangan fans yang menilai performanya menurun drastis. Dalam laga melawan Frankfurt, Salah sempat disorot karena lebih memilih menembak sendiri ketimbang mengoper bola kepada Florian Wirtz yang dalam posisi lebih bebas di depan gawang.
Momen itu menjadi bahan perdebatan di media sosial. Beberapa penggemar menilai ego Salah menjadi penyebab stagnasi permainan Liverpool musim ini, sedangkan yang lain membelanya dengan menyebut bahwa striker besar selalu dituntut untuk mengambil keputusan cepat di depan gawang.
Namun satu hal yang pasti, tekanan terhadap Salah kini meningkat. Usianya yang sudah memasuki 33 tahun dan performa yang menurun membuat masa depannya di Liverpool mulai dipertanyakan.
Apalagi, kabar ketertarikan klub-klub dari Arab Saudi kembali muncul ke permukaan. Beberapa laporan dari media Inggris menyebut bahwa salah satu tim besar Liga Pro Saudi siap menawarkan kontrak besar untuk Salah pada bursa transfer Januari 2026.
Antara Kebangkitan Tim dan Masa Depan Sang Bintang
Bagi Liverpool, kemenangan besar atas Frankfurt adalah tanda kebangkitan. Arne Slot tampaknya mulai menemukan formula terbaiknya, dengan lini serang yang lebih bervariasi dan pergerakan tanpa bola yang lebih dinamis. Namun, di balik euforia itu, bayangan konflik internal bisa menjadi tantangan tersendiri.
Mohamed Salah selama ini adalah ikon, pemimpin tanpa ban kapten, dan simbol era kejayaan Liverpool bersama Jürgen Klopp. Kini, dengan sistem baru di bawah Slot, peran itu tampak mulai bergeser.
Apakah Salah masih akan menjadi bagian penting dari proyek jangka panjang Liverpool? Atau langkah-langkah kecilnya di media sosial adalah pertanda awal dari perpisahan yang tak terhindarkan?
Yang jelas, drama di sekitar Salah menunjukkan bahwa kebangkitan Liverpool di lapangan tidak serta merta berarti semua masalah telah terselesaikan. Justru, di balik kemenangan besar itu, tersimpan dinamika emosional yang bisa menentukan arah perjalanan The Reds di sisa musim ini.