Minyak

AS Jatuhkan Sanksi Terbaru ke Raksasa Minyak Rusia

AS Jatuhkan Sanksi Terbaru ke Raksasa Minyak Rusia
AS Jatuhkan Sanksi Terbaru ke Raksasa Minyak Rusia

JAKARTA - Pemerintahan Presiden Donald Trump mengumumkan sanksi terhadap dua perusahaan minyak terbesar Rusia, menandai langkah besar pertama AS untuk menekan ekonomi Kremlin sekaligus mendorong diakhirinya perang di Ukraina. Keputusan ini mengejutkan banyak pihak, mengingat Trump sebelumnya menahan diri dari sanksi besar terhadap Rusia dan bahkan sempat mengisyaratkan rencana pertemuan dengan Presiden Vladimir Putin.

Departemen Keuangan AS menyatakan bahwa Rosneft PJSC dan Lukoil PJSC dimasukkan ke daftar hitam karena dianggap “kurangnya komitmen serius Rusia terhadap proses perdamaian untuk mengakhiri perang di Ukraina.” Langkah ini menandai perubahan haluan kebijakan Trump, yang kini menegaskan ketidakinginannya menggelar “pertemuan yang sia-sia” dengan Putin.

Harga minyak langsung bereaksi terhadap pengumuman ini. Patokan internasional Brent naik 5% dalam perdagangan pasca-penutupan, mencerminkan kekhawatiran pasar terhadap ancaman baru terhadap pasokan minyak Rusia.

Dampak Ekonomi: Rosneft dan Lukoil sebagai Tulang Punggung Rusia

Rosneft, yang dipimpin oleh sekutu dekat Putin, Igor Sechin, bersama dengan Lukoil, merupakan dua produsen minyak terbesar di Rusia. Kedua perusahaan ini secara bersama menyumbang hampir setengah dari total ekspor minyak mentah Rusia, menurut perkiraan Bloomberg. Pajak dari sektor minyak dan gas sendiri menyumbang sekitar seperempat dari anggaran federal Rusia, sehingga sanksi terhadap kedua perusahaan ini berpotensi menekan pendapatan negara secara signifikan.

“Saya merasa sekarang adalah waktunya,” ujar Trump dalam pertemuan dengan Sekretaris Jenderal NATO Mark Rutte di Oval Office. Ia menambahkan bahwa ia berharap “sanksi ini tidak akan berlangsung lama” dan perang dapat segera berakhir.

Trump menekankan bahwa meski pertemuan dengan Putin masih mungkin, langkah ini merupakan sinyal bahwa kesabarannya terhadap Kremlin mulai menipis.

Sejarah Penundaan Sanksi dan Pertimbangan Trump

Sebelum keputusan ini, Trump sempat menunda ancaman sanksi terhadap Rusia beberapa kali. Pada 29 Juli, ia memberi Moskow tenggat 10 hari untuk mencapai gencatan senjata dengan Ukraina, namun hingga 8 Agustus tidak ada tindak lanjut. Pertemuan dengan Putin di Alaska pun tidak membuahkan hasil berarti.

Mantan Presiden Joe Biden juga pernah mempertimbangkan langkah serupa menjelang akhir masa jabatannya, tetapi menahan diri karena khawatir akan mengguncang pasar energi global. Trump, yang fokus menjaga harga bensin tetap rendah, menghadapi pertaruhan besar dengan sanksi ini. Ia bahkan memperkirakan harga bensin bisa turun menjadi US$2 per galon jika kebijakan energi AS berhasil.

Trump juga sempat ragu terhadap rencana Senat untuk memperketat sanksi dan menolak mengirim rudal Tomahawk ke Ukraina, meskipun retorikanya terdengar lebih keras terhadap Putin. Ia menegaskan bahwa Tomahawk hanya efektif jika diluncurkan langsung oleh AS, yang tidak akan dilakukan.

Respons Internasional dan Ukraina

Ukraina menyambut langkah AS tersebut dengan optimisme. Duta Besar Ukraina, Olga Stefanishyna, menyatakan, “Untuk pertama kalinya di bawah kepemimpinan Presiden AS ke-47, Washington memutuskan menjatuhkan sanksi penuh terhadap perusahaan energi Rusia.” Ia menambahkan, perdamaian hanya bisa dicapai melalui tekanan kuat terhadap agresor menggunakan seluruh instrumen internasional.

Inggris telah lebih dulu menjatuhkan sanksi terhadap Rosneft dan Lukoil pekan lalu. Sementara itu, Uni Eropa dijadwalkan mengumumkan paket sanksi baru, termasuk larangan impor gas alam cair (LNG) Rusia, guna semakin menekan pendapatan energi Moskow.

Meski sanksi memberikan tekanan ekonomi, Thomas Graham dari Council on Foreign Relations menilai bahwa dampaknya mungkin tidak sekuat yang diharapkan Trump. “Sanksi bekerja perlahan, dan Kremlin sangat mahir menghindarinya,” katanya.

Latar Belakang Perang dan Target AS

Pengumuman sanksi ini muncul di tengah eskalasi serangan Rusia terhadap Ukraina. Pada Rabu pagi, serangan drone dan rudal Rusia menewaskan sedikitnya tujuh warga sipil, termasuk anak-anak, dan menargetkan infrastruktur energi Ukraina. Kyiv membalas dengan menyerang kilang minyak Rusia, menunjukkan intensitas konflik yang masih tinggi.

Sejak awal perang, AS dan sekutunya di G-7 telah menerapkan batas harga pada ekspor minyak Rusia untuk mencegah lonjakan harga minyak global. Langkah terbaru ini, yang menargetkan Rosneft dan Lukoil, merupakan kelanjutan dari strategi menekan pendapatan energi Moskow sambil mendorong Putin duduk di meja perundingan.

Dengan langkah ini, Trump menunjukkan perubahan sikap yang signifikan terhadap Rusia. Sanksi baru bukan hanya bentuk tekanan ekonomi, tetapi juga sinyal politik bagi Kremlin dan upaya AS untuk memengaruhi jalannya perang di Ukraina.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index