JAKARTA - Minat investasi energi bersih di Indonesia terus menunjukkan tren positif. Salah satunya datang dari perusahaan otomotif asal Jepang, Toyota, yang dikabarkan tengah menjajaki peluang pembangunan pabrik etanol di Indonesia.
Hal ini disampaikan langsung oleh Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/Wakil Kepala BKPM Todotua Pasaribu, yang menilai langkah Toyota sebagai bentuk keseriusan dunia industri dalam mendukung transisi menuju energi rendah emisi.
“Ya, bangun pabrik etanol. Toyota salah satu yang tertarik, di luar itu ada beberapa lagi,”
ujar Todotua ketika ditemui di Jakarta, Selasa.
Menurutnya, ketertarikan Toyota muncul karena perusahaan tersebut telah lama mengembangkan teknologi kendaraan berbahan bakar bioetanol, bahkan hingga E100 atau bahan bakar dengan kandungan etanol 100 persen.
Investasi ini diharapkan bisa memperkuat kemandirian energi nasional sekaligus membuka peluang baru dalam pengembangan industri bioetanol domestik.
Dorongan untuk Memastikan Ketersediaan Bahan Baku
Todotua menjelaskan bahwa alasan utama Toyota ingin membangun pabrik etanol di Indonesia adalah untuk memastikan ketersediaan bahan baku atau feedstock yang menjadi sumber pasokan utama bioetanol.
Dengan memiliki fasilitas produksi di dalam negeri, rantai pasok bahan bakar hijau bisa lebih efisien dan berkelanjutan.
“Maka, mereka juga serius untuk masuk kepada pabrik etanol, mudah-mudahan prosesnya lancar, bisa segera realisasi,”
tuturnya optimistis.
Ia menilai bahwa keberadaan pabrik etanol di Indonesia dapat menjadi langkah strategis dalam memperkuat ekosistem energi baru terbarukan (EBT). Selain memberikan nilai tambah bagi komoditas pertanian seperti tebu, singkong, jagung, dan sorgum, proyek ini juga membuka lapangan kerja dan memperluas basis industri hijau nasional.
Selain Toyota, Todotua mengungkapkan bahwa Brasil juga menunjukkan minat serupa. Negara tersebut dikenal sebagai salah satu pionir dalam penerapan mandatori bioetanol, dan dinilai berhasil membangun sistem industri yang efisien serta terintegrasi antara sektor pertanian dan energi.
Lampung Jadi Kandidat Lokasi Potensial
Meskipun lokasi pembangunan pabrik belum ditentukan secara pasti, Todotua menyebut Provinsi Lampung sebagai salah satu wilayah dengan potensi besar untuk proyek tersebut.
Lampung memiliki ketahanan suplai bahan baku seperti tebu, singkong, jagung, dan sorgum, yang semuanya merupakan sumber utama etanol.
“Komoditasnya semua ada, sekarang tinggal bagaimana keseriusan kita masuk kepada pabrik yang menghasilkan (etanol) dan keseriusan menjalankan kebijakan E10,”
kata Todotua.
Ia menambahkan bahwa kunci keberhasilan proyek ini bukan hanya pada kesiapan bahan baku, tetapi juga konsistensi kebijakan pemerintah dalam menjalankan program E10 atau mandatori bioetanol 10 persen.
Jika kebijakan ini dapat diimplementasikan secara efektif, maka pembangunan pabrik etanol akan menjadi solusi nyata untuk mengurangi ketergantungan pada impor bahan bakar fosil.
Dukungan Pemerintah untuk Mandatori E10 pada 2027
Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) juga tengah menyiapkan langkah konkret untuk mempercepat realisasi pabrik etanol di berbagai daerah.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyampaikan bahwa pemerintah akan memberikan insentif bagi perusahaan yang berinvestasi membangun pabrik etanol di Indonesia.
“Untuk mengimplementasikan E10 pada 2027, dibutuhkan bahan baku etanol sebesar 1,4 juta kiloliter (KL),”
ujar Bahlil.
Ia menegaskan bahwa kebutuhan tersebut diupayakan dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri agar tidak perlu mengandalkan impor. Oleh karena itu, pembangunan fasilitas pengolahan etanol menjadi prioritas nasional, baik yang berbasis singkong, jagung, maupun tebu.
Bahlil juga mengungkapkan bahwa salah satu pabrik yang menggunakan bahan baku tebu kemungkinan besar akan dibangun di Merauke, Papua Selatan, mengingat potensi besar daerah tersebut dalam produksi tebu.
“Kita ingin agar seluruh kebutuhan etanol bisa dipenuhi dari dalam negeri. Ini bagian dari strategi besar transisi energi nasional,”
tambahnya.
Peluang Besar Indonesia Jadi Basis Produksi Bioetanol Asia
Rencana Toyota dan Brasil untuk berinvestasi di sektor etanol semakin memperkuat posisi Indonesia sebagai calon pusat produksi bioetanol di Asia Tenggara.
Selain memiliki sumber daya pertanian yang melimpah, Indonesia juga tengah memperkuat kebijakan hilirisasi untuk meningkatkan nilai tambah bahan baku lokal.
Dengan dukungan investasi global dan regulasi yang berpihak pada energi hijau, sektor ini berpotensi menjadi penggerak utama ekonomi rendah karbon di masa depan.
Todotua Pasaribu menekankan bahwa sinergi antara pemerintah, dunia industri, dan sektor pertanian harus terus ditingkatkan agar pengembangan bioetanol tidak hanya fokus pada energi, tetapi juga pada pemberdayaan ekonomi daerah.
Program ini sejalan dengan semangat hilirisasi nasional yang menekankan pentingnya transformasi struktur ekonomi berbasis sumber daya terbarukan.
Pemerintah berharap kolaborasi dengan Toyota maupun investor lain dapat segera terealisasi dalam waktu dekat.
Jika berjalan sesuai rencana, pembangunan pabrik etanol akan menjadi tonggak penting dalam mewujudkan kemandirian energi dan pengurangan emisi karbon, sekaligus membuka babak baru bagi Indonesia dalam peta industri bioenergi dunia.